:::: MENU ::::

Sunday, 31 December 2017

KUTITIPKAN KENANGAN PADA MOTOR TUA
“ Untuk ayah tercinta
Aku ingin bernyanyi
Walau air mata di pipiku
Ayah dengarkanlah
Aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi

Demikianlah potongan lagu dari Rinto Harahap yang  sangat popular di masa lalu. Lagu tersebut cukup menggambarkan perasaan saya ketika rindu mendera akan sosok seorang Ayah yang tidak bisa saya temui setiap hari. Yups… tidak setiap hari saya bisa bertemu ayah saya karena semenjak bekerja dan menikah saya tinggal jauh dari kampung halaman saya. Walaupun masih dalam propinsi yang sama yaitu DIY tetapi saya tinggal di Kabupaten Gunungkidul yang berjarak sekitar 70km dari Kabupaten Sleman tempat tinggal orang tua saya.

Kakung, Biasa saya memanggil untuk ayah saya saat ini, karena untuk mengajarkan bahasa yang benar untuk kedua buah hati saya. Takutnya kalau dipanggil “ayah” nanti anak saya ikut ikutan memanggil kakeknya dengan sebutan “ayah” kan tidak lucu…

Pak Guru, begitulah tetangga-tetangga dekat rumah sering memanggilnya. Lho kok? Yups.. ketika masih muda Beliau adalah Guru SD yang mengabdikan diri di sebuah SD impres atau SD intruksi presiden yang terletak di daerah yang terpencil tepatnya di kabupaten Temanggung, Jawa tengah sekitar tahun 1978. Masih segar dalam ingatan saya ketika itu kami sekeluarga tinggal di rumah dinas yang belum ada arus listrik dan jalan yang belum teraspal. Yups… itu sepenggal kisah “Pak guru” yang sekarang sudah Pensiun dan menikmati hari tuanya di kampung halaman tercinta.

Ketika liburan akhir tahun seperti saat ini, saya sekeluarga biasanya mudik untuk melepas rindu di kampung halaman. Pemandangan yang saya selalu rindukan adalah ketika beliau sering membersihkan atau bahkan  mencuci motor tua kesayangannya. Pemandangan yang sering saya temui setiap saya pulang kampung. Begitu sayangnya beliau pada motor tuanya karena tersimpan kenangan yang membuat saya kadang tidak habis pikir. Ternyata kuasa Tuhan sangatlah nyata.

Honda  seri C70  atau ayah saya sering menyebut “Si Pitung” dalam bahasa jawa pitung adalah singkatan dari pitungpuluh atau tujuhpuluh. Yups…. Si Pitung inilah yang menjadi aktor utama dalam kisah perjalanan “Pak Guru”. Si Pitung, motor yang dibeli dari hasil bertahun-tahun menabung dengan menyisihkan gaji bulanan guru SD. Itupun dibeli bukan dari baru melainkan second atau bekas pakai.

“Pak Guru” usianya memang tidaklah muda saat ini, Beliau sekarang sudah memasuki usia 65 tahun. Namun semangatnya dalam merawat motor tuanya “ Si Pitung” tidaklah perlu dipertanyakan. Bahkan ketika beliau mulai bercerita tentang “Si Pitung” maka tampak jelas dalam bayangan saya, apa yang beliau rasakan saat itu.

“Motor ini pernah dijual untuk biaya persalinan ibumu”, ujarnya ketika memulai kisahnya. Kemudian bercerita panjang lebar tentang motor tuanya “Si Pitung”. Walaupun saya sudah berkali-kali mendengarkan cerita tersebut namun tidaklah lelah bahkan rasanya seperti mendengarkan cerita yang baru dari beliau.

Beliau bercerita, membeli motor tersebut sekitar tahun 1982 dari hasil menabung selama 4 tahun dipakai setiap hari untuk pergi mengajar di SD impres. Dua tahun kemudian tahun 1984 ketika ibu saya mengandung anak pertama yaitu “Saya”, Ayah saya terpaksa menjual “Si Pitung” untuk biaya persalinan. Ketika saya memperhatikan beliau , Nampak sekali tatapan matanya yang begitu dalam.  Saya masih menyaksikan dengan jelas semangatnya waktu itu mengarungi hidup yang penuh perjuangan. Yups… Saya dulu lahir dibayar dengan uang hasil penjualan “Si Pitung”, dan itu sudah cukup membuat saya merasa berhutang, dan tidak akan pernah sanggup saya bayar sampai kapanpun.

“Motor ini tahun 80an adalah motor yang paling irit karena menggunakan mesin 4 tak sedangkan merk lain masih 2 tak”, Beliau melanjutkan ceritanya. Yups.. benar saja ketika saya mencari informasi di dunia maya memang pada periode tahun 70-80an, Honda C70 adalah salah satu seri keluarga sepeda motor Honda Super Cub yang banyak berkeliaran di jalanan. Selain model CB, sepeda motor Honda produksi lawas yang tak kalah mentereng adalah Honda Super Cub. Honda C Series itu merupakan cikal bakal bentuk motor bebek yang dipakai Honda hingga sekarang. Honda C70 awalnya adalah Honda C100 yang terlebih dahulu diproduksi sekitar tahu 1958. Walaupun menggunakan nama C100 namun hanya menggunakan mesin 50 cc. Karena respon masyarakat yang antusias maka Honda mengembangkan model baru yaitu seri C102 dan seri C110, perbedaannya adalah dari segi kerangka mesin. Untuk urusan mesin masih sama menggunakan mesin 50cc. Honda C102 memiliki kerangka seperti seri C100 tapi dengan bentuk jok yang berbeda dengan bentuk lebih panjang. Sedangkan seri C110 memiliki kerangka mirip dengan keluarga Honda CB. Kemudian muncul lagi C Series yaitu Honda C50. Mesin masih sama namun menggunakan teknologi terbaru yaitu overhead camshaft (ohc). Setahun kemudian, Honda mengeluarkan kembali keluarga Super Cub dengan nama sepeda motor Honda C90 yang berkapasitas mesin sedikit lebih besar dari seri C50. Kemudian tahun 1966, lahirlah seri C70 dengan mesin motor bebek terbesar pada masa itu, yaitu 70 cc.

“Setelah menabung kembali selama beberapa tahun, akhirnya motor ini terbeli kembali. Bapak dulu jualnya sama teman guru  jadi waktu bapak punya uang, bapak mohon untuk dibeli kembali.”, beliau melanjutkan cerita dengan senyum kecil dibibirnya. Menurut penuturan beliau, memang akhirnya motor tuanya “Si Pitung” ini dapat dibeli kembali karena kebaikan temannya yang rela menjual kembali motornya ke ayah saya setelah mendengar cerita bahwa “Si Pitung” adalah motor penuh kenangan di keluarga kami karena pernah dijual untuk biaya persalinan.

“ Harusnya kamu berterimakasih sama Si Pitung karena pengorbanannya sampai dijual supaya kamu bisa lahir”, dengan nada bercanda beliau melanjutkan lagi ceritanya. Yeah… Sebenarnya karena pengorbanan orang tua dan kuasa Tuhan saja motor tua “ Si Pitung” begitu penuh kenangan bagi keluarga kami.

Terlintas dalam benak saya begitu besar jasa PT. Astra Honda Motor hingga saat ini masih setia menghadirkan produk-produk yang berkualitas dan awet. Buktinya “si Pitung” yang sekitar 30 tahun sampai saat ini masih setia menemani “Pak Guru” ayah saya dihari tuanya. “ Si Pitung” yang masih nyaman dikendarai dan mengadirkan Perjalanan Penuh Inspirasi di keluarga kami.

Selamat dan terimakasih untuk ASTRA semoga selalu menginspirasi disetiap tahun perjalanan dari generasi ke generasi. 

Salam SATU Indonesia!

“Inspirasi 60 Tahun Astra”

Wednesday, 29 March 2017




"Inspirasi 60 Tahun Astra"

"Bagaimana kearifan lokal Yogyakarta menginspirasi kita untuk 
menjaga budaya dan alam."
Kita tentu sepakat bahwa bangsa yang besar dan beradab adalah bangsa yang bisa menghargai kebudayaan yang dimiliki bangsanya sendiri. Berasal  dari kebudayaan seperti  kesenian dan  adat  istiadat kita bisa mengenal indentitas diri sebagai bangsa yang besar, Bangsa Indonesia bisa mengenal indentitas diri dari peninggalan budaya karena budaya tersebut sebagai saksi sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Melalui budaya, kita punya bukti sebagai bangsa yang beradab di masa lalu. Budaya juga merupakan gambaran martabat dari kejayaan bangsa di zaman dahulu. 
Tradisi Rasulan

Dengan adanya kantong-kantong budaya daerah  di negara kita ini, maka tidak akan hilang begitu saja apa yang menjadi jati diri bangsa ini. Negara lain telah mengklaim budaya Indonesia yaitu mereka mengklaim tari pendet Bali ,angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, dan Tari Folaya. Pengklaiman budaya Indonesia oleh bangsa lain merupakan cambuk bagi diri kita sendiri. Kecolongan budaya sebenarnya sebuah cermin atau refleksi, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu kita tidak memperhatikannya. Selama ini kebudayaan dipinggirkan. Padahal Negara yang besar membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Negara lain tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan. Kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, kita harus perhatikan kebudayaan kita sendiri. Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara dan acara- acara.


Kita patut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada Desa Siyono Kidul yang terletak di kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa YogyakartaSebuah Desa yang bernama Desa Siyono Kidul salah satu desa budaya di wilyah Yogyakarta yang melakukan berbagai kegiatan sebagai wujud untuk melestarikan budaya dan menghargai  karya para pendahulu serta sebagai wujud kecintaan untuk Indonesia.
Kabar baiknya untuk Desa Siyono mulai tahun 2015 telah ditetapkan sebagai salah satu Rintisan Desa Budaya oleh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karenanya berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian budaya rutin dilaksanakan. Lantas apa yang dilakukan Desa Siyono Kidul?


Salah satu yang menjadi ikon Rintisan Desa Budaya adalah diadakannya budaya “Rasul” atau tradisi bersih desa. Budaya rasul Siyono Kidul adalah kegiatan masyarakat yang terdiri dari berbagai kegiatan yang berawal dari membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal seperti pekarangan, selokan air, tempat ibadah, jalan desa, bahkan tempat pemakaman. Selanjutnya diadakan kirab budaya mengelilingi desa dan puncaknya adalah tradisi kenduri di balai Padukuhan serta dilanjutkan pada malam harinya diadakan pertunjukan wayang kulit.
Tradisi rasul atau bersih desa secara tidak langsung terbukti mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa siyono kidul. Contoh paling nyata adalah dengan diadakan kegiatan kerja bakti di lingkungan desa membawa iklim gotong royong dan menciptakan lingkungan yang bersih dan asri. Selain itu kegiatan kirab budaya atau arak-arakan jalan bersama menampilkan berbagai potensi desa yang masih terjaga dengan baik tanpa meninggalkan rasa Indonesia yang tergambar dari berbagai atribut bernuansa merah putih.

     Tradisi Rasul adalah tradisi turun temurun sebagai wujud keharmonisan antara manusia dan alam, karena manusia dan alam merupakan suatu kesatuan. Selain itu, juga sebagai wujud rasa syukur atas karunia Tuhan baik dari hasil panen yang melimpah, kesehatan dan kesejahteraan. Pada jaman modern seperti saat ini, alam seakan menjadi objek untuk meneruskan kehidupan manusia. Misalnya, alam yang rusak dan sampah yang berserakan dimana-mana, berakibat pada sering terjadinya bencana alam yang memakan banyak korban jiwa. Disinilah diperlukan pemahaman dan kesadaran manusia tentang alam tempat tinggalnya.
Masyarakat Jawa begitu menghargai alam yang terbukti dengan adanya ritual Rasul sebagai bentuk atau perwujudan penghormatan manusia terhadap alam. Hal ini dapat dibuktikan dengan mata pencaharian masyarakat yang erat kaitannya dengan alam, katakan saja seperti petani, pekebun, dan peternak mereka hidup dari alam. Para petani mengolah alam untuk menghasilkan bahan makanan. 
   Ternyata Rasul dilaksanakannya tidak sembarangan ditentukan, melainkan ada hari-hari tertentu dalam penanggalan kalender Jawa yang merupakan hari sakral untuk melaksanakan ritual bersih desa "Rasul". Kebetulan Ritual Rasul didesa kami jatuh pada hari senin kliwon, timbul masalah jika upacara dilaksanakan pada hari senin dikarenakan masyarakat sebagian bekerja sebagai pegawai kantoran, PNS dan pekerjaan lain yang mengharuskan masuk di hari senin. untuk itu diambil jalan keluar atau inovasi sebagian acara dilaksanakan pada hari minggu seperti tradisi kirab Rasul.
    Tradisi Rasul tidak selalu sama pada masing-masing daerah atau desa, karena memang leluhur yang membawa tradisi tersebut berbeda pada setiap daerah. Sesajen (persembahan) dan peralatan yang dipergunakan untuk melakukan upacara pun  berbeda, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di daerah masing-masing dan kebutuhan akan hal tersebut yang memang berbeda-beda. 
      Tradisi Rasul tempat dilaksanakan setiap setahun sekali dan terdiri dari beberapa tahapan, yakni biasanya diawali dengan kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan yang dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat, misalnya memperbaiki jalan atau gang-gang, membersihkan selokan, memperbaiki pos ronda agar terlihat rapi dan bersih. Kemudian dilanjutkan dengan dengan kirab budaya yang dilaksanakan hari minggu.

Kirab Budaya mengelilingi jalan disekitar desa dengan dipandu dan dipimpim dari aparat pemerintah desa menggunakan kendaraan produksi dari ASTRA semoga sesuai dengan semangat "Inspirasi 60 Tahun Astra"

Kirab budaya desa Siyono Kidul menampilkan berbagai potensi desa sebagai desa budaya yaitu diantaranya:

1. Kesenian Thoklik
Kesenian Thoklik adalah kesenian yang menampilkan bunyi yang terbuat dari kenthongan berbagai macam ukuran. Awalnya thoklik adalah kumpulan bunyi untuk menghalau mara bahaya di masa lalu. Kemudian dikemas menjadi sebuah kesenian yang menarik sampai sekarang


Kesenian Thoklik

2. Kesenian Doger
Kesenian Doger adalah Kesenian yang jamak dilakukan oleh masyarakat Jawa menggunakan properti Kuda Lumping atau kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu yang dimainkan 5-10 orang penari yang diiringi gamelan.





3. Pasukan Bergodo
Pasukan ini adalah gambaran pasukan perang dimasa lampau dimana masyarakat masih menggunakan senjata tombak dan pedang. Pasukan bergodo dulunya hanya dimiliki oleh kerajaan-kerajaan dan sekarang ditampilkan oleh masyarakat biasa sebagai tanda kecintaan terhadap perjuangan pendahulu yang mempertahankan tanah air Indonesia.

Pasukan bergodo

4. Tari Kreasi Baru
Tari ini dikembangkan oleh kaum perempuan yang peduli akan eksistensi kesenian tari tradisional yang sekarang makin tergerus oleh tarian modern yang lebih digemari oleh kaum wanita muda. Diharapkan dengan dibuat tari kreasi baru maka kaum wanita muda akan lebih tertarik dengan kesenian asli bangsa Indonesia.

Tarian Kreasi Baru

5. Gunungan
Gunungan adalah simbol wujud syukur masyarakat atas kekayaan alam dan hasil bumi yang melimpah


Gunungan

6. Keseninan Gejog Lesung
Kesenian Gejog Lesung adalah kesenian yang dimainkan dengan memukul Lesung (alat menumbuk padi) dengan irama tertentu. Dulunya lesung adalah alat utama mengolah padi menjadi beras dengan cara ditumbuk. 

Kesenian Gejog Lesung

Sekarang Lesung sudah digantikan oleh alat yang lebih modern yaitu mesin giling padi, tetapi kesenian gejog lesung tetap eksis dimasyarakat siyono kidul.


Keesoakan harinya pada hari senin upacara adat yang dilaksanakan sebagai wujud syukur dan permohonan kepada Tuhan atas kesejahteraan dan kesehatan yang diberikan kepada warga desa. Para warga membawa sesaji yang dibawa dari rumah dan dibawa ke balai pedukuhan dengan diiringi pasukan bergodo.

 
Upacara adat Desa budaya
Adapun sesaji dan kenduri yang menjadi bagian dari kegiatan upacara adat ini yang akan dibagi kepada warga desa yang mengikuti acara di balai padukuhan. Semua warga saling bergotong royong, seling membantu menyiapkan makanan yang akan dibagi.
Nasi Kenduri
 Pada umumnya sesaji yang dipergunakan antara lain :

1.     Nasi Gurih, sebagai persembahan kepada para leluhur
2.     Ingkung, sebagai lambang manusia ketika masih bayi dan sebagai lambang kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa
3.     Jajan Pasar, sebagai lambang agar masyarakat mendapat berkah
4.     Pisang Raja, sebagai lambang harapan agar mendapat kemuliaan dalam masa kehidupan
5.     Nasi Ambengan, sebagai ungkapan syukur atas rejeki yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa
6.     Jenang, berupa jenang merah putih (lambang bapak dan ibu) dan jenang palang (penolak marabahaya)
7.     Tumpeng, berupa tumpeng lanang (lambang Yang Maha Agung) dan tumpeng wadon (lambang penghormatan kepada leluhur) yang ukurannya lebih kecil
8.     Ketan Kolak Apem, untuk memetri pada dhanyang yang ada di wilayah desa tersebut.


Puncak acara dari ritual bersih desa atau Rasul ini biasanya ditutup dengan acara pagelaran kesenian, seperti wayang kulit sebagai lambang kemakmuran agar terus bersemayam di desa.


Pertunjukan Wayang Kulit
 Dalam masyarakat Jawa banyak terdapat hal-hal yang masih berbau kejawen. Selain itu, dalam sejarah dan pikiran masyarakat Jawa, kehidupan alam sekitar masyarakat sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Alam sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat, bahkan dalam hal mata pencaharian mereka. Salah satunya adalah ritual bersih desa atau Rasul sebagai perwujudan rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa. Semoga Budaya yang ada di Desa Siyono Kidul dapat menginspirasi kita untuk menjaga budaya dan alam disekitar kita. 


"Bagaimana kearifan lokal Yogyakarta menginspirasi kita untuk 
menjaga budaya dan alam."
*Referensi:
http://satu-indonesia.com/satuindonesiaberbagi
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
- https://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_kulit


Facebook : Semangat Astra Terpadu
Instagram : @satu_indonesia
Twitter : @SATU_Indonesia
Artikel ini diikutsertakan pada SATU Indonesia Berbagi 
http://satu-indonesia.com/satuindonesiaberbagi/syarat-ketentuan#home
www.simbahzusuf.com SIMBAHZ